Jemaat Tuhan,
Pdt. Em. Eka Darmaputra sedang sakit parah, kanker hati. Beliau menulis sebuah surat yang ditulisnya untuk dibacakan pada acara doa bersama di rumah Pdt. Em. Suatami Sutedja Tanggal 8 Maret 2005 pukul 18:00 yang dihadiri beberapa pengerja dan pada tanggal 9 Maret 2005 di GKI Panglima Polim. Surat ini baik juga untuk jemaat agar kita dapat mendoakan Pdt.Em.Eka Darmaputra dan saudara kita lainnya yang sedang menghadapi "Ujung Kehidupannya". Surat ini berisi pelajaran yang indah, suatu sikap Kristiani menghadapi kematian.
Berikut ini adalah isi surat beliau :
"Rekan-rekan sepelayanan, kawan kawan seperjuangan, dan saudara saudaraku seiman, yang saya kasihi dengan segenap hati!",
Terpujilah Tuhan, yang telah berkenan mengantarkan saya melalui perjuangan panjang, kurang lebih 21 tahun lamanya! Selama 21 tahun itu, saya akui, saya tidaklah seperkasa singa, sekuat gajah, atau setegar baja. Saya adalah "darah" dan "daging", manusia "biasa-biasa" saja, yang sekedar berusaha untuk setia kepada Tuhannya.
Tidak jarang, 21 tahun itu saya lalui dengan amarah, cemas, dan rasa terluka di jiwa. Namun demikian, pada saat yang sama, tahun tahun tersebut juga adalah tahun-tahun yang amat "kaya" dan limpah dengan rahmat dan berkat. saya disadarkan, betapa Tuhan yang saya ikuti tak selalu menyenangkan, tapi tak pernah Ia mengecewakan. Mata rohani saya pun dicelikkan, untuk melihat betapa saya adalah orang yang sangat diberkati. tuhan mengarunia saya dengan kekayaan yang luar biasa, berupa istri, anak, dan menantu, yang maknanya ta tergantikan oleh apa pun juga.
Dan saya ditakjubkan serta amat diteguhkan oleh ribuan sahabat yang begitu perduli, memperhatikan dan menyayangi saya. Mereka terdiri dari segala bangsa, tinggal di pelbagai belahan dunia, penganut beraneka rupa agama, dan berasal dari beragam usia dan kedudukan sosial: dari seorang presiden Republik Jerman sampai seorang tukang parkir jalanan. Kesimpulannya: apa lagi yang masih kurang? Apalagi yang pantas saya tuntut?
Saudara-saudara sekalian, kini saya telah hampir tiba di penghujung jalan, berada di etape etape akhir perjalanan hidup saya. Para dokter telah menyatakan, tak ada lagi tindakan medis yang signifikan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan saya, kecuali - mungkin transplantasi hati.
Dalam situasi seperti ini, ketika tangan dan upaya manusia tak lagi mampu melakukan apa apa yang bermakna, kita bersyukur karena bagi orang beriman selalu ada yang amat berarti yang dapat dilakukan. Dan itulah yang kita lakukan malam ini: BERDOA. Kita menyatakan penyerahan diri kita, seraya mempersilahkan tangan-Nya bertindak dan kehendak-Nya berlaku dengan leluasa.
Dalam hubungan ini, perkenankanlah saya menceritakan sebuah kesaksian. Pada suatu ketika, sewaktu "
lunch-break", anak saya - Arya - yang berdiam dan bekerja di Sydney, diajak ngobrol oleh salah seorang rekan sekantornya, yang dikenal punya "indra keenam". Tanpa basa basi, ia langsung bertanya, apakah ayah Arya seorang pejabat atau tokoh masyarakat. "O, tidak. Ayah saya seorang pendeta", jawab Arya.
"Apakah ayah anda sedang sakit?", tanyanya pula. "Ya, sudah 20 tahun", jawab Arya. Kemudian terjadilah sesuatu yang mengejutkan, yang mendorong saya menceritakan kejadian ini. Orang itu - ia bukan "orang kristen" berkata, "Ayah Anda itu seharusnya sudah lama '
Pergi'. Tapi masih bisa bertahan sampai sekarang, karena ada ribuan orang diseluruh dunia yang selalu berdoa baginya!".
Melalui kisah ini saya ingin mengatakan, bertapa berartinya yang kita lakukan malam ini! Sebab itu, tolong, jangan pernah anda katakan, "
saya CUMA bisa berdoa!" Doa itu, bukan "
cuma"! Terima kasih dari lubuk hati terdalam saya, Evang, Arya, dan Vera, kepada para rekan yang telah memprakarsai dan memfasilitasi acara petang ini, Pekerjaan sederhana ini, saya yakin, tidak sia sia.
Namun demikian, ada permintaan saya. Bila anda berdoa untuk saya - baik di sini maupun dimana saja, saya mohon janganlah terutama memohon agar Tuhan memberi saya kesembuhan, atau mengaruniai saya usia panjang, atau mendatangkan mujizat dahsyat dari langit! Jangan! Biarlah tiga perkara tersebut menjadi wewenang dan "urusan" Tuhan sepenuhnya!
Saya cuma mohon didoakan, agar sekiranya benar ini adalah tahan pelayanan saya yang terakhir, biarlah Tuhan berkenan memberikan saya dan keluarga keteguhan iman, kedamaian dan keikhlasan dalam jiwa. Semoga Tuhan berkenan menganugerahi saya perjalanan yang tenang, kalau boleh, tanpa kesakitan dan tidak mahal biayanya, sampai saya tiba di pelabuhan tujuan. Dan kemudian, biarlah tangan Tuhan dengan setia terus tanpa putus menggandeng - bila perlu menggendong - Evang, Arya, Vera serta (mudah mudahan) cucu cucu saya menlanjutkan perjalanan mereka.
Saudara saudara sekalian, Paulus pernah menulis, "
Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia, bagiku itu berarti bekerja memberi buah, jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu" (Filipi 1:21).
Itulah kerinduan saya, segera bersama sama dengan Kristus, Namun bila Ia masih menghendaki saya di dunia ini - entah lama, entah sebentar - doakanlah saya, agar itu dapat saya manfaatkan untuk bekerja memberi buah. Tidak berlama lama di pembaringan dan dalam kesakitan.
Demikianlah saudara saudara isi hati saya. Saya mengikuti persekutuan Saudara saudara malam ini dengan terima kasih yang dalam dan keharuan yang sangat. Dan tolong jangan lupa berdoa pula bagi hamba hamba Nya yang kini juga tengah bergulat dengan penyakit, khususnya Andar Ismail dan Lydia Zakaria.
Terima Kasih dari kami berempat.
Eka Darmaputra